Free Port Sabang

Rancangan Undang-Undang Kawasan Ekonomi Khusus (RUU KEK) yang kini sedang dibahas DPR RI, dikhawatirkan bakal mengancam kelanjutan status Pelabuhan Bebas Sabang. Mayoritas fraksi di DPR RI, termasuk Fraksi Partai Demokrat yang memenangkan Pemilu 2009 di Aceh, menyetujui pencabutan Undang-undang tentang Pelabuhan Bebas (free port) dan Kawasan Perdagangan Bebas (free trade zone) Sabang.


Dari sepuluh fraksi di DPR RI, hanya Fraksi PBR (Partai Bintang Reformasi) dan Fraksi PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang menolak pencabutan Undang-undang Pelabuhan Bebas dan Kawasan Perdagangan Bebas Sabang, karena alasan bertentangan dengan UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Hal tersebut sebagaimana termuat dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) di Pansus RUU Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) DPR RI, beberapa waktu lalu di Jakarta.


Hal tersebut mendapat kecaman dari berbagai pihak di Aceh, termasuk Pemerintah Aceh. Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar, mengungkapkan bahwa status Pelabuhan Bebas Sabang harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan lagi fungsinya, bukan malah dicabut.


“Sabang termasuk satu kawasan yang cukup strategis untuk pengembangan perekonomian nasional, karena itu status pelabuhan bebas tersebut harus tetap dipertahankan,” ungkap Nazar.


Muhammad Nazar yakin, dengan segenap potensi dan letaknya di persilangan antara Selat Malaka dan Samudera Hindia, Sabang akan menjadi pintu keluar-masuk yang cukup strategis bagi industri maritim dan perekonomian nasional.


“Anggota DPR RI, terutama Pansus RUU KEK yang tengah membahas masalah tersebut, agar lebih arif dan bijaksana menyikapi masalah tersebut,” ujar Nazar.


Hal yang sama juga diungkapkan Tim Pansus RUU KEK dari FPBR, Zainal Abidin Hussein, pihaknya bersikukuh tetap mempertahankan status Pelabuhan Bebas Sabang. Pencabutan UU tersebut bertentangan dengan UUPA.


“Kami tidak akan menyetujui pencabutan status Pelabuhan Bebas Sabang, sebab itu akan melukai hati rakyat Aceh,” kata Zainal.


UUPA secara tegas menyatakan, bahwa setiap kebijakan Pemerintah Pusat terhadap Aceh harus mendapat persetujuan dari Pemerintah Aceh dan DPRA. “Status pelabuhan bebas Sabang merupakan aspirasi dan kebanggaan rakyat Aceh. Saya berjanji akan memperjuangkan hal ini sampai titik penghabisan,” tegasnya.


Bahkan, anggota DPR RI asal Aceh telah membentuk Forum Bersama (Forbes), yang menyepakati untuk melakukan pengawalan Undang-undang (UU) Pelabuhan Bebas dan Perdagangan Bebas Sabang, sehingga tidak diberangus menyusul dibahasnya Rancangan UU KEK. Kesepakatan pengawalan itu dicapai dalam satu pertemuan Forbes yang dihadiri Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) Teuku Syaiful Achmad di Jakarta.


“Status pelabuhan bebas Sabang harus kita selamatkan. Jangan sampai didegradasi oleh peraturan yang lain,” ujar Ketua Forbes, Ahmad Farhan Hamid.


Seluruh anggota Forbes dikerahkan untuk melobi fraksi masing-masing agar tidak mencabut Undang-undang Pelabuhan Bebas dan Kawasan Perdagangan Bebas Sabang menyusul dibahasnya rancangan UU KEK oleh Pansus DPR RI.


Rencana pencabutan UU No. 37/2000 seperti tertera dalam RUU KEK pada pasal 45 telah mengaburkan substansi UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan perjanjian MoU Helsinki. Hal ini dapat mengganggu stabilitas politik dan roda perekonomian masyarakat Aceh dan kawasan ekonomi regional.


Menurut Sekretaris Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) Abdul Halim, draf Rancangan Undang Undang KEK khusus pada pasal 45 ayat (3) menyatakan bahwa status Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang sebagaimana diatur dalam Undang Undang No.37 Tahun 2000 tetap berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu. Namun hal tersebut tidak menjamin amannya status tersebut, karena dalam pasal 45 ayat (4) RUU KEK dinyatakan bahwa dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang berlaku ketentuan-ketentuan tentang KEK.


Ketentuan tentang KEK tidak sama dengan ketentuan tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang sebagaimana diatur dalam Undang Undang No.37 Tahun 2000. Salah satu asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam pasal 6 UU No.10 Tahun 2004, yakni asas ketertiban dan kepastian hukum.


“Pencabutan UU No.37 Tahun 2000 jelas bertentangan dengan asas ketertiban dan kepastian hukum dan akan berdampak pada kegiatan investasi, dimana para investor sangat mementingkan adanya kepastian hukum untuk menjamin investasi mereka, ujarnya.


Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan, Peraturan Pemerintah (PP) tentang pelabuhan bebas Sabang akan selesai dalam waktu dekat. Untuk itu, semua menteri terkait telah diinstruksikan untuk menuntaskannya.


“Saya minta dalam seminggu ini bisa tuntas, namun itu sulit juga karena ada 12 departemen yang terlibat di dalamnya,” ujar calon presiden 2009-2014 ini, saat melakukan agenda kampanyenya di Aceh beberapa waktu lalu.


JK mendukung sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah dengan baik, apalagi otonomi khusus (Otsus) seperti Aceh. Namun ia mengatakan, pemerintah hanya mengatur ketentuan umumnya, tetapi pelaksanaannya semua diserahkan ke daerah. Sebab yang paling mengetahui persoalan di daerah tentunya daerah itu sendiri, bukan pemerintah pusat di Jakarta.


“Jakarta hanya bersama-sama mengatur kebersamaan, mengatur tujuan-tujuan kemudian tujuan itu dilaksanakan dengan konsep yang jelas,” ungkapnya.


Sosiolog Aceh, Ahmad Humam Hamid berpendapat, jika status Sabang benar-benar akan tergusur, maka mimpi buruk tentang pencabutan Free Port Sabang pada akhir tahun 80-an oleh rezim Orde Baru kini terjadi lagi.


“Kali ini, implikasi dari pencabutan status itu menjadi sangat serius, karena prospek mesin pertumbuhan ekonomi Aceh pasca era gas dan minyak bumi hampir tidak ada,” ungkap Humam.


Menurutnya, kematian pelabuhan bebas Sabang pada rezim Orde Baru, terobati ketika Presiden BJ.Habibie pada tahun 1999 menerbitkan kebijakan drastis yang mengembalikan statusnya. Kewenangan yang diberikan pada Sabang juga melebihi apa yang pernah dimilki, yaitu sebagai kawasan ekonomi bebas, suatu otonomi ekonomi yang sangat besar. Disusul dengan kucuran dana yang cukup memberikan harapan baru bagi Aceh untuk memiliki satu kawasan pertumbuhan ekonomi yang strategis.


“Sayangnya, hampir 10 tahun status itu diberikan, Sabang masih belum menunjukkan tanda-tanda sedang bergeliat. Saat ini tiga hal yang sangat sering berasosiasi dengan Sabang, impor mobil bekas, impor gula dan kucuran dana dari pemerintah pusat yang sudah melampaui 1 triliun rupiah,” ujar dosen Fakultas Pertanian Unsyiah ini.


Humam melanjutkan, ada yang belum tuntas tentang skenario Sabang. Undang-undang sebelumnya telah memberikan kesempatan kepada Sabang untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, namun kemampuan mengembangkan diri masih sangat terbatas. Kini setelah peluang itu berusia 10 tahun dan menghabiskan dana kurang dari 2 triliun, kewenangan itu akan diciutkan. Momentum yang ada selama tahun-tahun yang panjang telah terlewatkan.


Keterlambatan PP Sabang yang berlarut-larut menjadi satu bukti bahwa untuk kelembagaan saja Sabang masih menyimpan tanda tanya besar. Kebijakan akrab pasar yang tak kunjung jelas dari pemerintah pusat dan kucuran dana yang tertatih-tatih, semakin menampakkan bahwa proyek politis mantan Presiden BJ Habibie menjadikan Sabang sebagai bagian dari solusi perdamaian Aceh nyaris terdampar. Setelah berjalan lebih dari 10 tahun, proyek politis itu ternyata belum terkonversi dengan menjadi proyek ekonomi yang menjanjikan.


“Hal ini menjadi lebih rumit ketika status yang kini dimiliki bahkan terancam akan dicabut. Penjelasan otoritas BPKS baru-baru ini, tentang pengajuan draft PP kawasan harus menjadi super prioritas, sama nilainya dengan prioritas mencegah UU Kawasan Ekonomi Khusus menggerus status Sabang,” kata Humam.


Kejelasan perangkat hukum secara tuntas, di samping berbagai komponen pendukung lainnya memang menjadi syarat utama pintu masuk investasi ke Sabang. Tanpa hal itu, maka Sabang akan menjadi proyek dari “sendiri” untuk “sendiri”.


“Bila melihat proses ketidaktuntasan PP Sabang selama 10 tahun terakhir, sepertinya ada sesuatu yang tidak akan terselesaikan. Energi politik daerah sudah sepatutnya dimaksimalkan untuk menyelesaikan masalah Sabang,” sebutnya.[]

0 comments:

Post a Comment

Berikan komentar anda yang membangun....

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls