Filosofi Kesederhanaan

“Jak beulaku linggang, pinggang beulaku ija. Ngui beulaku teuboh, pajoh beulaku atra”

Kata sederhana sudah tak asing lagi di telinga kita. Bahkan kita seringkali menggunakannya dalam ungkapan sehari-hari. Namun apa sebenarnya makna kesederhanaan itu ?

Kesederhanaan dalam arti kata sederhana, bisa dikatakan sesuatu yang menempati posisi pertengahan. Tidak lebih, tidak juga kurang. Namun jika kita melihat lebih jauh, kata “sederhana” bisa masuk lebih jauh dalam ranah kehidupan.

Ungkapan bahasa Aceh yang penulis gunakan diawal tulisan ini menggambarkan bentuk kesederhaan secara mendalam. Jika kita mampu melihatnya lebih dalam. Saya akan mencoba menjelaskan lebih detail setiap kalimat dari ungkapan tersebut secara sederhana.

Jak beulaku linggang (berjalan sesuai lenggang)kalimat ini mengisyaratkan bahwa bentuk kesederhanaan bisa dimulai dari hal remeh temeh, bahkan jarang jadi perhatian sebagian besar orang. Cara kita berjalan, dalam masyarakat Aceh menjadi penilaian tersendiri. Tidak berlebih-lebihan, tidak dibuat-buat (menggoda, membusungkan dada, dan lainnya), berjalan sebagaimana mestinya mengikuti irama tubuh bagaimana harus melangkah.

Pinggang beulaku ija (kenakan sesuai kain).” Kalimat ini bisa diartikan bentuk kesederhanaan itu tercermin juga dalam bentuk perbuatan kita yang mampu menempatkan sesuatu pada tempatnya.

Ngui beulaku teuboh (memakai sesuai badan),” artinya setiap apa yang kita lakukan dalam dunia ini haruslah bertumpu pada tingkat kemampuan kita. Jika kita hanya mampu mengangkat beban 10 kg, tentu kita tidak perlu memaksakan diri untuk mengangkat 50 kg.

Jika seorang dokter, pengetahuannya pasti lebih menjurus pada hal pengobatan, tidak akan nyambung ketika membahas masalah arsitektur suatu bangunan. Jika hari ini kita baru mampu membeli sepeda, tentu kita tidak perlu memaksakan diri untuk membeli mobil. Sedangkan penghasilan kita sebagai buruh bangunan masih jauh dari harapan itu. Namun hari ini, kebanyakan orang memaksakan kehendaknya untuk mencapai sesuatu di luar kemampuaanya. Akibatnya apa, tentunya segala cara akan ditempuh. Termasuk melakukan hal-hal yang merugikan oranglain.

Pajoh beulaku atra (makan sesuai kadar harta),” kalimat ini hampir sama dengan yang di atas, hanya saja objek kritiknya yang berbeda, yaitu tentang apa yang kita makan. Orang yang berpenghasilan pas-pasan tidak perlu memusingkan diri untuk memikirkan makanan mahal layaknya orang kaya. Karena semakin kita memikirkan hal-hal yang di luar kemampuan kita, maka itu akan semakin mendekatkan kita pada penyakit.

Intinya mensyukuri dan merasa cukup dengan apa yang ada, inilah yang harus dimiliki setiap orang. Jika setiap kita mampu menjalankannya, penulis yakin ini akan menjadi langkah awal mencegah korupsi di negeri ini. Manusia tidak akan pernah merasa puas dengan apa yang telah dimilikinya sebelum ia mati.[]


0 comments:

Post a Comment

Berikan komentar anda yang membangun....

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls