Banda Aceh - Penelitian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh mengatakan frekuensi banjir mengalami trend peningkatan selama tiga tahun terakhir. Direktur Eksekutif Walhi Aceh, T.M. Zulfikar mengatakan, pemerintah daerah tidak siap menghadapi bencana alam ini, untuk itu perlu koordinasi optimal Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) dengan pemerintah kabupaten/kota lainnya.
Menurutnya, ketidaksiapan itu terlihat saat terjadi banjir di Aceh Tamiang, Aceh Utara dan Pidie Jaya. Apalagi saat ini banjir juga sedang menimpa daerah pesisir Barat-Selatan Aceh. Untuk itu Zulfikar meminta Pemda Aceh bisa mengantisipasi bencana banjir sehingga masyarakat tidak menjadi korban.
“Kalau kita mencatat dalam masa tiga tahun dari 2008, 2009 hingga September 2010 catatan WALHI Aceh telah terjadi banjir 568 kali. Untuk 2008 ada 170 kali, tahun 2009 ada 213 kali. Sementara tahun ini hingga September kemarin sudah 185 kali banjir,” papar Zulfikar.
Menurut Zulfikar, terjadinya banjir dan tanah longsor di Aceh disebabkan masih terjadinya pembalakan liar dan penataan kawasan yang sembarangan. Pemerintah perlu lebih ketat mengawasi hutan dan regulasi yang justru mengundang bencana yang lebih besar. Penegakkan hukum harus dilakukan dengan serius agar bencana banjir tidak lagi menghantam pemukiman penggundulan hutan di provinsi itu bisa berkurang.
Laporan dari YPK Meulaboh
Salah satu LSM anggota WALHI Aceh yang berkedudukan di Meulaboh, Yayasan Pengembangan Kawasan (YPK) melaporkan bahwa wilayah Aceh Barat masih dilanda banjir disebabkan oleh hujan yang cukup deras dari kemarin hingga hari ini yang belum reda. Kecamatan Woyla Timur, Barat dan Induk masih dikepung banjir, namun pengungsian belum terjadi. Kecamatan lain yang dilanda banjir adalah Kecamatan Samatiga namun juga belum ada pengungsi.
Manager Program Pengurangan Resiko Bencana (PRB) YPK, Mulyani mengatakan Sungai Manggeng yang berada Kecamatan Kaway XVI di Pantee Breuh dipastikan akan meluap hingga ke pemukiman, jika hujan tidak segera berhenti. “Ini berdasarkan peninjauan Tim YPK yang berada dilapangan,”kata Mulyani.
Transportasi di wilayah banjir mulai terganggu, sedangkan komunikasi masih berjalan dengan baik hingga saat ini. Kebutuhan untuk penanggulangan banjir sendiri belum dapat dipastikan, mengingat tim YPK masih melakukan pemetaan wilayah dan kerugian akibat bencana belum bisa dipastikan.
YPK sendiri melalui program pengurangan risiko bencana terus melakukan berbagai aktifitas seperti kelompok masyarakat penanggulangan bencana yang disingkat (KMPB) ditiga wilayah kerja organisasi, namun sayangnya kelompok tersebut tidak berada diwilayah Woyla Timur, Barat dan Induk.[rls]
0 comments:
Post a Comment
Berikan komentar anda yang membangun....