Dulu ia memiliki cita-cita ingin jadi polisi, tapi tak kesampaian karena tak ada dana. Setelah berkeluarga kebutuhan hidup semakin menjepit, segala usaha telah ia coba. Akhirnya berjualan jagung bakar jadi pilihan terakhir.
Berbagai cara bisa dilakukan untuk mencari rejeki. Asal ada kemauan, pasti ada jalan. Seperti halnya yang dilakukan Hamdani, setiap harinya ia menghabiskan waktu untuk berjualan jagung bakar di kawasan Ulee Lheu, Banda Aceh.
“Jagung Aceh lebih enak, yang kecil lebih murah. Ini jagung kita, jagung asli Aceh,” ungkapnya.
Ia sudah berjualan jagung bakar selama empat tahun. Awalnya, dia bekerja sebagai penjual kacang rebus keliling. Karena pendapatannya kurang, setelah tsunami melanda Aceh, dia mencoba beralih untuk berjualan jagung bakar. Pada saat itu, belum ada orang yang terpikir untuk melakukan hal tersebut. Ia merupakan orang pertama yang yang mendirikan lapak jagung bakar di kawasan Ulee Lheu. Letak tempat ia berjualan tepat di ujung jembatan, arah pelabuhan.
Himpitan ekonomi membuat Hamdani harus mengolah pikirannya untuk mendapatkan pekerjaan yang bisa menghidupi keluarganya. Karena ia sadar, kalau dirinya bukan orang berada, ia lahir dari keluarga kurang mampu 33 tahun silam di Tanjong Selamat, Aceh Besar. Apalagi ia hanya berpendidikan SD, pasti sulit untuk dapat pekerjaan, pikirnya waktu itu.
Saat ini ia tinggal di Blower, Banda Aceh pada sebuah rumah yang dibangun di atas tanah pemerintah. Dari hasil perkawinannya dengan Safrida, saat ini ia sudah dikaruniai tiga anak, satu perempuan dan dua laki-laki. Ketiganya sedang menempuh pendidikan sekolah dasar.
“Dulu saya pernah mencoba untuk masuk polisi, tapi orang tua melarang karena tidak mampu,” kata laki-laki ini.
Dari hari ke hari, dagangan Hamdani terus berkembang. Jagung bakar hasil rajikan tangan manisnya mendapat sambutan hangat dari masyarakat setempat dan warga yang melintasi jalur tersebut.
Ulee Lhue, merupakan salah satu pusat keramaian dan perhatian setiap orang yang berkunung ke Banda Aceh. Di daerah ini juga terdapat sebuah pelabuhan yang dijadikan pusat transportasi laut. Walaupun sampai saat ini belum siap dibangun kembali, namun setiap harinya kawasan ini begitu ramai dan padat dengan kunjugan masyarakat.
Ada yang sekedar jalan-jalan sambil menikmati panorama di sore hari, ada karena ingin bepergian dengan angkutan laut, bahkan ada pula yang melepas lelah seharian bekerja dengan memancing. Keramaiannya ini merupakan salah satu faktor yang membuat usaha yang dikembangkan Hamdani cepat maju dan berkembang.
Untuk mendapatkan bahan dagangannya, dalam satu hari ia harus mengeluarkan dana sebesar Rp 1.800.000, untuk satu karung jagung yang sudah dipaketkan. Dalam satu karung berisi 235 butir jagung. Sedangkan harga jualnya, ia menentukan dua harga. Tiga ribu untuk jagung Aceh dan empat ribu untuk jagung manis. Dari hasil dagangannya tersebut, ia bisa memperoleh keuntungan rata-rata dua ratus ribu rupiah dalam sehari.
Jagung dagangan Hamdani merupakan jagung pilihan yang dipesan lagsung dari Saree, Lhokseumawe dan Medan. Jenis jagung yang dijualnya pun sangat beragam. Mulai dari jagung Aceh sampai jagung manis. Untuk jagung manis ini pun ada tiga kategori, ada yang disebut jagung hawai, swissboy dan matahari.
“Untuk jagung Hawai, saya pesan dari Medan, sedangkan Swissboy dan matahari itu, saya pesan dari Lhokseumawe dan Saree,” katanya.
Menurut pengalamannya selama berjualan, pelanggan lebih suka dengan jagung manis daripada jagung Aceh. Karena selain rasanya enak, jagung ini juga lebih lembut sehingga bisa dinikmati oleh semua usia.
“Padahal dulu jagung Aceh nomor satu di sini, tapi mau gimana kitakan harus ikut selera pelanggan,” ujarnya, sambail terus mengipasi jagungnya yang diletakkan di atas dapur besi yang dipenuhi arang menyala.
Kelezatan jagung bakar Hamdani jauh berbeda dari lainnya yang berjualan berderetan dengannya. Hal tersebut terletak pada setiap bumbunya. Kalau kebanyakan orang menggunakan mentega dan saos buatan, ia malah memilih santan kelapa asli dan saos tomat buatan sendiri. Walaupun pengeluaran biayanya sedikit lebih banyak dari lainnya, namun hal tersebut tak jadi soal baginya. Dalam satu hari, ia menghabiskan lima kilo tomat dan sepertiga cabe merah untuk membuat saos.
“Yang penting, setiap orang yang datang membeli jagung bakar saya bisa puas. Jujur saja saya bilang, dari kebanyakan pelanggan saya, mereka sangat suka dengan rasa bumbu saya, terutama saosnya,” cerita
Berkat kegigihan dan ketekunannya, saat ini ia sudah bisa mengembangkan usahanya dengan membuka dua lapak lainnya sebagai cabang dari usahanya, yang berjarak tak jauh dari tempatnya jualan. Dengan begitu, kebutuhannya terhadap jagung pun semakin besar. Jika pada awalnya ia hanya memesan satu karung dalam sehari, kini ia harus memesan lima karung jagung dalam sehari. Sebagian dari pesanan tersebut ada juga yang dioper ke penjual lain yang memesan jagung melalui dia.
Dari cabang usahanya tersebut, dia mempekerjakan satu orang untuk menjaga dagangannya. Dengan bayaran rata-rata dalam satu hari Rp 40 ribu. Sedangkan satunya lagi, langsung diambil alih oleh isterinya. Umur isterinya sekitar 29 tahun.
“Dalam satu hari bisanya jagung yang terjual sampai setengah karung, dengan ukuran kira-kira 150 butir jagung. Itu saya saja, belum termasuk isteri dan kawan saya,” ungkap anak keempat dari lima bersaudara ini.
Setelah Bahan Bakar Minyak naik, Hamdani mengaku, untuk keperluan sehari-hari dalam berjualan, ia harus mengeluarkan biaya sedikit lebih besar dari biasanya. Terutama untuk harga pesanan jagung. Dalam setiap karung, ia harus membayar sebesar Rp 400 ribu dalam sekali pengiriman. Padahal sebelumnya, ia hanya membayar Rp 300 ribu.
“Kenaikan rata-rata dalam satu karung 30 persen dari biasanya. Bukan harga jagung yang naik, tapi ongkos kirim dari sana ke mari,” cetusnya.
Kegiatan serupa juga dilakoni Rosmawati, wanita berumur 36 tahun ini sudah berjualan jagung bakar selama satu tahun. Namun, waktu jualannya hanya pada hari Sabtu dan Minggu saja. Kegiatan ini dipilihnya untuk menghilangkan stress dan pengganti jalan-jalan dengan keluarga.
“Kalaupun tidak jualan, pasti jalan-jalan juga. Sambilan bawa anak jalan-jalanlah,” ungkapnya.
Penghasilannya pun jauh berbeda jika dibandingkan dengan Hamdani yang berjualan tiap hari. Dalam satu hari, Rosmawati mengaku hanya mendapat keuntungan rata-rata sekitar Rp 30 ribu. Walaupun sekali-kali ada juga yang mencapai Rp 100 ribu dengan jumlah jagung yang terjual mencapai 50 buah. Harga jual tetap seragam dengan pedagang lainnya.
Bagi para pedagang di sepanjang jalan Ulee Lheu, mendapatkan keleluasaan untuk berjualan. Karena mereka telah mendapatkan izin langsung dari Kapolsek setempat.
“Kalaupun nantinya tempat ini direhab, kami akan tetap diberikan tempat untuk berjualan,” kata Hamdani.
Saat ini, bagi Hamdani sudah tidak ada lagi sebuah harapan yang besar selain membahagaiakan keluarganya dan menyekolahkan anak-anaknya sampai tingkat yang paling tinggi.
“Walaupun orang tuanya tidak berpendidikan, tapi mereka harus bisa menikmati pendidikan. Saya tidak mau mereka mengikuti jejak saya,” ujarnya penuh haru.
Hamdani punya suatu keinginan, kalau suatu hari nanti anaknya bisa mewujudkan cita-citanya untuk menjadi seorang polisi. “Kalau anak saya mau, saya ingin salah satu anak saya jadi polisi,” ungkapnya.***
0 comments:
Post a Comment
Berikan komentar anda yang membangun....