Peunajoh Aceh

Apakah anda salah satu penikmat masakan khas Aceh ? Kalau memang iya, anda tidak perlu bingung untuk mendapatkan makanan khas Aceh ini. Karena semua bentuk dan jenis makanan khas Aceh bisa anda dapatkan di Lampisang, Kecamatan Peukanbada Aceh Besar. Jangan mengaku orang Aceh kalau belum menikmati makanan khas Aceh.


Ketika kita memasuki kawasan Lampisang, di kiri dan kanan pinggiran jalan, kita akan mendapatkan beberapa deretan warung kecil yang khusus menjajakan makanan khas Aceh dalam berbagai bentuk dan aneka rasa.

Pasca tsunami, geliat bisnis makanan khas Aceh ini mulai berkembang di Lampisang. Makanan yang biasanya khusus dibuat pada hari-hari tertentu saja, seperti hari raya dan dikonsumsi untuk dirisendiri, kini bisa didapatkan dengan bebas dipasaran. Dari bisnis ini, masyarakat bisa meraup untung berlipat untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

Seperti halnya yang dilakukan Fazlita, 30 tahun, dengan berbekal keterampilan tangan dan sebuah warung kecil yang didirikan di depan rumahnya, dalam satu hari ia bisa mendapatkan keuntungan Rp 500.000, sampai Rp 2,5 juta.

Tapi itu tidak pasti, tergantung kondisi. Kalau hari-hari biasa, pendapatannya kurang, tapi kalau hari libur dan suasana lebaran, sedikit meningkat,” ungkap ibu tiga anak ini.

Fazlita adalah wanita kelahiran Aceh Selatan yang saat ini menetap di Lampisang karena ikut suami. Himpitan ekonomilah dan penghasilan suami yang pas-pasan sebagai sopir dum truk, membuat Fazlita berinisiatif untuk menggeluti bisnis ini sejak empat tahun lalu untuk membantu ekonomi keluarga.

Di dalam warung yang berukuran 4x6 meter, bercat hijau dan paduan putih, tersusun rapi berbagai jenis makanan khas Aceh dengan aneka rasa. Di depan warung terpasang pamphlet berukuran kecil bertulis Podok Kue Kering Khas Aceh. Hampir semua jenis makan khas Aceh ada di sini, seperti keukarah, kue prĂȘt, bhoi, kipang kacang, kerupuk kulit, dodol, bapia, dendeng Aceh, keripik sanjay (keripik pedas), halua kacang hijau, keu bawang dan berbagai jenis makanan Aceh lainya. Ia juga menjual wajik, peunajoh dan meuseukat yang biasa dibawa pada acara perkawinan.

“Sebenarnya kita tidak hanya menjual makanan khas Aceh Besar saja, tapi juga makanan khas Aceh pada umumnya,”

Makanan khas Aceh yang dijajakan Fazlita tidak semua diproduksi sendiri, tapi ada juga yang dipesan langsung dari masyarakat setempat dan seputaran Aceh Besar, bahkan sampai ke Sabang dan Aceh Selatan. Untuk semua jenis makanan khas Aceh yang dipesan, ia harus mengeluarkan modal sampai Rp 1 juta. Setiap jenis kue tersebut dijual dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 5000, sampai Rp 186.000, perporsi.

Walaupun demikian, warung Fazlita tidak pernah kekurangan stok, karena ia bisa dengan mudah mendapatkan makanan-makanan tersebut dari masyarakat sekitar yang ada di Lampisang dan seputarannya. Di daerah ini, hampir semua masyarakatnya memiliki home industry yang khusus memproduksi makanan khas Aceh.

Selain buat sendiri, kue-kue ini juga saya pesan dan titipan dari masyarakat sekitar sini. Saya cuma bikin beberapa jenis saja, tapi kebanyakan dititip langsung sama masyarakat,” katanya.

Keuntungan yang didapat Fazlita tidak hanya dari makanan pesanan dan buatan sendiri, tapi ia juga mendapat persenan dari makanan-makanan yang dititip di warung dia. Untuk setiap jenis makanan, ia mendapat persen dua sampai tiga persen dari hasil penjualan.

Setiap harinya, warung makanan milik Fazlita tidak pernah sepi dari pembeli, lebih-lebih dihari libur. Pembeli tidak hanya dari masyarakat setempat, bahkan dari luar kota dan daerah yang sengaja mampir untuk membeli makanan khas Aceh sebagai oleh-oleh untuk keluarga.

Suryati, wanita asal Palembang ini mengaku, tertarik untuk menikmati makanan khas Aceh setelah beberapa waktu lalu mendapat parsel lebaran dari keluarganya di Aceh berupa makanan khas Aceh.

“Waktu itu, keluarga saya hanya mengirim beberapa jenis kue saja, rasa enak dan beda dengan makanan kebanyakan."

Karena penasaran, ia memutuskan pergi ke Aceh untuk membeli sendiri sembari mengunjungi keluarga juga. "Yang paling saya suka, wajik, meuseukat dan peunajoh,” ungkap wanita muda ini.

Karena bisnis peunajoh Fazlita semakin menunjukkan perkembangan, beberapa bulan lalu ia bersama beberapa warga lainnya di Lampisang, mendapat binaan dari pihak Telkom. Selain memberikan modal usaha sebesar Rp 5 juta, Fazlita dan beberapa warga lain, juga mendapatkan pelatihan pengembangan home industry.

Selain warung Fazlita, juga terdapat sekitar enam warung kecil lainnya yang menjajakan makanan khas Aceh. Kalau pemerintah setempat bisa membenah dan mengelola dengan baik, daerah ini memungkinkan untuk dikembangkan sebagai basis industri penghasil makanan khas Aceh. Apalagi kawasan ini juga terkenal dengan keindahan panorama alamnya yang digunakan sebagai objek wisata[]

0 comments:

Post a Comment

Berikan komentar anda yang membangun....

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls