Coba-coba Lalu Ketagihan

Kasus penyalahgunaan narkoba di Aceh  Terus meningkat. Tidak hanya ganja, sabu-sabu sampai heroin mulai merambah negeri ini  secara perlahan, namun mematikan. Penyalahgunaan narkoba kebanyakan berawal rasa ingin tahu dan coba-coba, lalu ketagihan.

Seperti yang dialami Dimas (Nama samaran), seorang mantan pecandu narkoba yang telah berhasil meninggalkan dunia hitamnya. Beberapa waktu lalu ia mengungkapkan seputar ketergantungannya terhadap narkoba kepada saya.






Oleh: Junaidi Mulieng








Berawal dari tawaran dan bujukan seorang teman, Dimas mulai menggunakan narkoba jenis ganja sejak usia 13 tahun. Saat itu ia baru duduk di kelas II SMP. “Kalau mau enak ini ada barang, pokoknya beres semua urusan. Dicoba dulu, ungkap Dimas menirukan ucapan temannya dulu.

Dimas pun mencobanya. Ketika pertama kali menggunakan ganja, ia tidak mendapatkan rasa “enak” seperti yang diceritakan temannya. Kepalanya pening, badan lemas dan bawaan malas-malasan. Namun hal itu tak membuat rasa penasarannya surut.

Karena melihat kawan tadi waktu make rasanya enak, saya pun terus mencoba. Sifatnya lebih kepada rasa ingin tahu,” ujar Dimas.

Rasa ingin tahu Dimas tidak hanya berhenti pada ganja saja. Setelah beberapa lama menggunakan ganja, ia mulai beralih ke pil yang efeknya lebih keras. Kalau ganja bawaannya pening, tingkat hayalan kuat, mengantuk dan lapar. Sementara pil, bawaannya lebih berani, tidak takut dengan apapun.  

Pertama coba menggunakan pil (biasa disebut pil anjing) waktu mau berantam sama orang. Awalnya juga berawal dari tawaran teman waktu itu,” kisahnya.

Pada tahap kecanduan pil ini, ganja yang awalnya saya pakai sudah tidak ada enaknya lagi,” lanjutnya.

Setelah itu kehidupannya pun mulai kacau. Ia dikeluarkan dari sekolah karena ketahuan menggunakan narkoba. Ia pun dipindahkan ke salah satu sekolah di kampung halamannya, Takengon. Waktu di Takengon, keadaan tidak semakin baik. Ia malah mulai menggunakan alkohol.

Setiap ada pesta pasti ada alkohol, kalau tidak mabok tidak enak,” katanya.

Tingkat ketagihan terparah yang ia rasakan ketika duduk di bangku SMA. Waktu itu, kalau belum make tak enak rasanya. Ia mulai malas-malasan ke sekolah. Sebelum sekolah harus make dulu.

Kalau sudah make kan kita mabok. Orang dalam kondisi mabok apa saja tidak pas. Sama guru sudah bermasalah, perilaku sudah tak bagus,” kenangnya.

Sebagai konsekuensi dari perilakunya, ia dikeluarkan dari sekolah untuk kedua kalinya tanpa mendapat surat pindah. Ia pernah mencoba masuk ke beberapa sekolah lain, tapi ditolak karena tidak ada surat pindah dari sekolah sebelumnya.

Akhirnya saya nganggur selama setahun. Dalam setahun itu, kerjaan saya make dan mabok,”

Perubahan perilaku dan kebiasaan Dimas kala itu, menimbulkan kecurigaan orangtuanya. Dimas sudah sering pulang larut malam dan lebih banyak berada di luar daripada di rumah. Barang-barang milik orangtunya yang ada di rumah banyak yang hilang. Apa yang ia sembunyikan selama bertahun-tahun, terbongkar juga.

Akhirnya saya pun jujur sama orangtua, karena sudah banyak sekali barang di rumah yang saya jual. Uang sudah habis.

Pengakuan saya sama orangtua waktu itu pun karena sedang tidak makai, makanya berani ngaku. Kalau sedang make, mana ada teringat untuk ngaku. Penyesalan hanya datang sebentar.

Karena kondisi keuangan semakin menipis, tanpa pekerjaan apa-apa yang dapat mendatangkan penghasilan, waktu itu ia sempat menerima tawaran untuk jadi pengedar ganja. Alasannya, selain bisa jual, juga bisa digunakan sendiri.

Tapi itu tidak lama, hanya sekitar tiga bulan,” kenangnya.

Selama memakai narkoba, ia juga pernah menggunakan sabu-sabu dua kali. Hal itu tak berlanjut karena ketidaksukaannya pada narkoba jenis ini. Alsannya sederhana.

Kalau sudah terbiasa dengan ganja dari awalnya, “barang” lain tak terasa enak lagi. Akhirnya saya pun mentok di ganja,”

Menurutnya, akibat ketergantungan pada narkoba, stabilitas emosinya tak terkendali. Gampang marah dan suka main kekerasan. Terutama pengaruh alkohol, paling parah.

Tahun 2008 menjadi awal perjalanan hidup baru Dimas. Pihak keluarga membawanya ke Rumoh Geutanyoe, lembaga swadaya masyarakat yang menangani rehabilitasi pecandu narkoba di Banda Aceh. Inilah rehabilitasi pertama kalinya sejak ia jadi pecandu narkoba.

Ia tak pernah membayangkan akan berada di sana untuk menjalani perawatan. Sebelum berada di Rumoh Geutanyoe, pihak keluarga terpaksa membohonginya dengan mengatakan orangtuanya sedang menjalani operasi di Banda Aceh.

Akhirnya saya berangkat ke Banda Aceh. Tahu-tahu saya malah diantar kemari. Tapi waktu itu saya memang sudah pasrah.

Ketika pertama kali berada di Rumoh Geutanyoe, perasaan takut luarbiasa terus menghantuinya. Ia akan merasakan sakit yang hebat. Ia akan mati karena tidak ada alkohol, ganja maupun pil. Tapi setelah diisolasi beberapa hari, ketakutannya sama sekali tak terjadi.

Sakit memang sakit, karena terus teringat sama narkoba. Apalagi saya sendiri di sini tidak ada keluarga. Tapi teman-teman di sini (rumoh geutanyoe), terus mengajak saya untuk berkomunikasi. Mendengarkan cerita saya. Sampai akhirnya saya tidak memikirkan lagi narkoba, setelah tiga hari diisolasi.

Sejak saat itu, niatnya untuk menggunakan narkoba perlahan mulai hilang. Meski terkadang masih terpikirkan juga. Tapi ia terus bertahan setiap bisikan itu datang.

“Ini sudah berhenti, kalau makai lagi tanggung,” hal ini terus ditanam dalam dirinya sebagai motivasi.

Pikiran untuk menggunakan narkoba terkadang datang tiba-tiba. Ketika ia tengah duduk sendiri, ingatannya pada narkoba terlintas begitu saja. Tapi itu terus saya lawan. Keinginan untuk berhenti total dari narkoba itu timbul dari dalam diri saya pribadi dan dorongan keluarga.

Saat ini Dimas benar-benar telah mampu mengendalikan dirinya dan mampu meninggalkan narkoba secara total. Bahkan ia sama sekali tak ingin mendekati lagi “dunia” kelam itu. Karena alasan itu pula, ia lebih memilih menetap di Rumoh Geutanyoe. Ia menjadi staf di sana.

Meski sudah sembuh, ia tak mau pulang ke kampung halamannya, khawatir pergaulannya yang dulu akan membawanya kembali menggunakan narkoba. Ha itu mendapat sambutan hangat dari orangtua dan keluarganya.

Kini, di Rumoh Geutanyoe ia bertugas menangani para pecandu narkoba yang dirawat di sana. Dengan pengalaman yang sama, ia lebih mudah membangun komunikasi dengan klien. Meski sudah jadi staf, pihak keluarga masih sering mengunjunginya.

Apalagi ini masalah narkoba, akan lebih mudah ditangani oleh orang yang terlibat di dalamya,” ungkap pria yang pernah memiliki keinginan jadi pilot ini.

Dimas berkeinginan untuk melanjutkan pendidikannya. Ia ingin mencoba meraih kembali segala hal dalam hidupnya yang pernah hilang. “Karena untuk menetap di sini selamanya juga tidak mungkin. Saya ingin kuliah, saya mau jadi psikolog, itu akan lebih nyambung dengan apa yang saya dapatkan selama ini di sini, ujarnya.[]

0 comments:

Post a Comment

Berikan komentar anda yang membangun....

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls