Anti Tokoh

Seperti halnya judulnya, buku “Anti Tokoh” ini tidaklah menceritakan tentang kehidupan tokoh-tokoh terkenal dan terkemuka seperti yang kita kenal selama ini. Namun disebalik itu semua, buku ini mencoba untuk menceritakan tentang perjalanan kehidupan anak manusia yang dimulai dari sebuah kesederhanaan.

Buku “Anti Tokoh” merupakan sebuah ungkapan kegelisahan anak-anak muda siswa sekolah menulis “Dokarim”. Kegelisan ini mereka tuangkan dalam tulisan-tulisan cerita kehidupan yang sangat sederhana. Menceritakan tentang di mana dan siapa sebenarnya tokoh itu? Mereka mencoba memindahkan wacana cang panah dari warung kopi di kampung-kampung untuk kemudian diramu seindah dan sesederhana mungkin dalam bentuk tulisan kehidupan yang enak dibaca. Berawal dari sebuah kesederhanaan melahirkan kesederhanaan yang terkandung keistimewaan di dalamnya.


Anak-anak muda siswa sekolah menulis “Dokarim”, mencoba menggangkat hal-hal paling sederhana dalam kehidupan manusia yang sering terabaikan. Mereka mencoba untuk membuka pandangan dan pemikiran dunia, bahwa di sana, di bawah akar rumput juga masih banyak orang-orang yang terpinggirkan oleh masa, pantas menyemat gelar tokoh.


Sebutan tokoh yang biasanya diberikan untuk orang-orang terhormat, sebenarnya juga masih pantas disandang oleh mereka-mereka yang terpinggirkan. Kesederhanaan merupakan modal dasar dari setiap tulisan dalam buku ini.


Buku yang diterbitkan Aneuk Mulieng Publishing ini, Tikar Pandan, berisikan 103 halaman. Pada permulaannya dibuka dengan sebuah tulisan pengantar editor, Herman RN, yang menceritakan cikal bakal lahirnya buku “Anti Tokoh” ini. Selain pengantar editor, buku ini dilengkapi dengan tujuh judul besar tulisan dari setiap siswa sekolah menulis “Dokarim” dan dua tulisan dari penulis tamu.


Tulisan yang termuat dalam buku “Anti Tokoh” ini antara lain, Proses Sicupa, menceritakn perjalanan Edi Miswar ketika menyelesaikan penulisan yang menjadi tugas akhir di sekolah menulis “Dokarim”. Edi Miswar mencoba menceritakan tentang orang-orang di sekelilingnya dalam bentuk yang sederhana. Lelaki Berselimut Badai, sebuah tulisan yang mengisahkan tentang kehidupan seorang mahasiswa yang begitu cinta dan menyatukan jiwanya dengan alam. Suatu kesederhanaan begitu melekat di dalamnya.


Begitu juga dengan beberapa tulisan lainnya. Hikayat Lelaki Berambut Gimbal, Perempuan Emperan, Sinar yang Sirna, Mata Kebajikan, Teh Wood, Nurma dan Daun Kangkung dan Sepenggal Pemikiran Pendidikan. Kesemua tulisan ini mengandung sebuah kesederhanaan yang diangkat dasar kehidupan yang sering terlupakan.


“Anti Tokoh” diluncurkan di Tikar Pandan, Ulee Kareng, Banda Aceh, pada tanggal 16 Februari 2008 dengan jumlah cetakan dua ribu eksamplar.


Satu keunikan yang dimiliki buku ini. Di mana dari sekian banyak buku yang ada selalu menceritakan dan memunculkan orang-orang yang sudah mempunyai nama besar dan dikenal oleh semua orang, buku anti tokoh malah sebaliknya. Tanpa menafikan tokoh-tokoh hebat yang ada, semacam Soekarno, Hatta, Hasan Tiro dan sebagainya, para penulis mencoba melihat sesuatu yang berbeda, dimulai dari sebuah kesederhanaan yang berada di lapisan masyarakat paling bawah.


Apa yang ingin dikatakan buku ini hanya satu, semua orang adalah tokoh dan setiap kita bisa menjadi tokoh.


Namun terlepas dari semua itu, buku “Anti Tokoh” ini masih memiliki sedikit kekurangan, dan hal itu suatu kewajaran, manusia pasti ada khilafnya.


Kalau dilihat dari desainya, buku “Anti Tokoh” sudah lumyan bagus. Namun di cover, pada penempatan kata-kata untuk judul buku ini kelihatan sedikit aneh. Dengan menggabungkan antara kata “anti” dengan kata “tokoh” serta membalikkan huruf “K” pada kata “Tokoh”, hal ini membuat pandangan orang terganggu ketika melihat buku ini. Mungkin ini sebuah faktor kesengajaan untuk membuat buku ini unik dan sebagai bentuk seni dari tata letak. Namun hal tersebut bisa menggangu.


Selain pada cover, sedikit permasalahan juga terdapat pada penulisan. Ada beberapa tulisan yang menggunakan singkatan tanpa dilengkapi kepanjangannya. Misal, “NGO”, “DOM”, “ORBA” dan ada lagi beberapa singkatan lainnya.


Bagi penulis atau orang yang sudah tau, hal tersebut menjadi biasa. Tapi, bagi orang yang tidak tau, ini bisa membingungkan. Selain itu, penggunaan nama “Dokarim” juga berbeda-beda. Ada yang disambung ada juga yang dipisah. Mana yang benar ? Dan ada beberapa tulisan yang menyebutkan nama tempat yang berada di Aceh tanpa menerangkan di kawasan mana tempat itu berada. Misal, penggunaan kata Kopelma Darussalam, Jembatan Lamnyong, Fakultas Ekonomi dan lain sebagainya.


Bagi masyarakat Banda Aceh atau masyarakat Aceh yang sudah pernah ke Banda Aceh, tau nama-nama tempat tersebut. Tapi, bagi mereka yang berada di luar Banda Aceh, akan bertanya-tanya dimana tempat tersebut.


Buku Anti Tokoh merupakan kumpulan tulisan siswa sekolah menulis Dokarim. Tulisan tersebut dimaksudkan sebagai tugas akhir para siswa yang tergabung dalam Dokarim. Dari keseluruhan tulisan kemudian disatukan untuk menentukan satu judul besar yang mewakili semua tulisan yang ada. Akhirnya “Anti Tokoh” dipilih sebagai judul buku tersebut.


Penerbitan buku dari hasil karya siswa sekolah menulis “Dokarim” sudah menjadi tradisi. Kita ingin mengajak mereka untuk menuliskan apa yang mereka lihat, rasakan, dengar, cium dan sentuh. Kita mencoba menggali sesuatu yang berhaga dalam diri mereka yang selama ini terbenam. Karena sebenarnya mereka juga bisa menjadi tokoh dan hari ini mereka telah menjadi tokoh paling tidak bagi mereka sendiri.**

0 comments:

Post a Comment

Berikan komentar anda yang membangun....

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls