UU BHP Memberikan Kemandirian Pada Lembaga Pendidikan

Oleh : Prof. Dr. Farid Wajdi Ibrahim, MA

Pada prinsipnya, pendidikan kita dilaksanakan secara demokratis, berkeadilan dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, kultur dan kemajuan bangsa. Seterusnya, pendidikan dilaksanakan dengan melibatkan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Untuk meningkatkan mutu dan peran perguruan tinggi, pemerintah Indonesia telah menyiapkan aturan tentang keberadaan perguruan tinggi secara khusus. Lebih dikenal dengan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), yang disahkan pada tanggal 17 Desember 2008. Namun pengesahan UU BHP sampai saat ini masih menimbulkan pro kontra dalam masyarakat.
Pihak yang mendukung, menganggap UU tersebut diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Sementara pihak yang kontra, melihatnya sebagai langkah leberalisasi pendidikan yang merugikan masyarakat.

Hal tersebut sejalan dengan tuntutan UUD 45, Pasal 31 yang mengatur masalah pendidikan di Indonesia, yang menyatakan bahwa, setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan, setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan Negara wajib membiayainya. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan UU.

Perguruan tinggi mempunyai fungsi dan peran sebagai penggerak untuk mewujudkan pendidikan tinggi. Adapun tujuannya adalah sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang perguruan tinggi, yaitu perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.

Dari tujuan pendidikan tinggi tersebut, dapat dipahami bahwa, pendidikan tinggi haruslah bergerak dinamis bagi proses moderenisasi dan harus mampu menghubungkan keadaan sekarang dengan masa depan untuk membangun masyarakat di kemudian hari. Dengan ini, fungsi dan peran perguruan tinggi menjadi jelas. Pendidikan tidak hanya sekedar pengajaran, melainkan juga memberikan hal-hal baru yang kiranya dapat memberikan sumbangan nyata terhadap arus moderenisasi.

Perguruan tinggi sebagai suatu komponen pendidikan, memiliki peran penting dalam membangun sumber daya manusia. Sesuai dengan peraturan pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 1999, pendidikan tinggi bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau professional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan membuka khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian. Mengembangkan

Agar perguruan tinggi mampu manghasilkan SDM yang handal, maka harus didukung oleh sumber daya yang bermutu. Maka perlu dilakukan berbagai pembenahan, perbaikan secara terus menerus terkait dengan tenaga SDM, system dan proses pendidikan serta memiliki komitmen untuk melakukan penjaminan terhadap produk yang dihasilkan.

UU BHP memberikan kemandirian kepada lembaga pendidikan untuk mengurus dan mengatur hal-hal yang bersifat operasional. Sedangkan masalah standar pendidikan, tetap menjadi tanggungjawab pemerintah. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa, pedoman pendidikan berasal dari pemerintah, peserta didik dan sumber-sumber lain. Kemungkinan ada pihak yang kurang setuju sepertiga dari dana pendidikan tersebut ditanggung oleh peserta didik, sehingga terkesan memberatkan. Sementara yang sedang berlaku selama ini, peserta didik juga turut menanggung biaya pendidikan melalui Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP).

Dalam UU BHP diamanatkan juga bahwa, lembaga pendidikan wajib menjaring 20 persen peserta didik yang kurang mampu secara ekonomi dan memiliki potensi akademik untuk dibebaskan dari biaya pendidikan.

Undang-Undang tersebut membatasi pungutan biaya dari peserta didik. Tidak boleh melebihi sepertiga dari total biaya operasional. Pemerintah juga wajib menyediakan dana minimal setengah dari total dana operasional tersebut. Jadi, kalau ada kekhawatiran akan meningkatnya biaya operasional, dengan alasanpeningkatan mutu, sangat tidak masuk akal.

Ada beberapa hal lain yang dirisaukan masyarakat. Di antaranya, UU tersebut akan menjadikan BHP bersifat komersial. Hal tersebut sebenarnya tidak perlu dirisaukan, sebab dalam UU BHP telah diatur bahwa seluruh jasa hasil usaha akan ditanamkan kembali untuk peningkatan pelayanan pendidikan pada tahun berikutnya. Tidak untuk dinikmati sebagian orang.

Apabila kita melihat peran BHP dan tanggungjawab yang harus diemban adalah peningkatan mutu pendidikan dalam rangka mencerdaskan bangsa. UU BHP tidak perlu dipertentangkan, malah kita harus memberikan dukungan. Para pakar pendidikan dan pihak-pihak yang terlibat dalam bidang pendidikan, tentu bisa melihat dengan jernih efek yang akan muncul dengan disahkan UU BHP tersebut. Namun mereka lebih melihat secara positif UU tersebut.

Di negara-negara majun, termasuk Malaysia, tetangga negara kita, sudah lama menerapkan model tersebut. Untuk kondisi kita di Aceh dengan danan yang melimpah, tentu bisa dimanfaatkan dalam aspek pendidikan secara professional. Sehingga masyarakat kita tidak diresahkan dengan mahalnya biaya pendidikan. Di samping itu, pemerintah Aceh juga bisa mengambil dana pendidikan yang didistribusikan melalui lembaga-lembaga pendidikan.[] (Mantan Dekan Fakultas Tarbiyah, saat ini menjabat sebagai Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry, Banda Aceh).

0 comments:

Post a Comment

Berikan komentar anda yang membangun....

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls