Meski ia tak memiliki anggota tubuh yang sempurna, namun kiprahnya di bidang seni telah membuat harum nama perguruan tinggi tempat ia menempa ilmu sampai mancanegara.
Gaya bicaranya lemah lembut, beraturan dan begitu bersahaja. Senyum tipis penuh persahabatan senantiasa menghiasi wajahnya. Kalau kita lihat sekilas, tidak ada yang istimewa dari sosok pria satu ini. Apalagi fisiknya, salah satu kakinya cacat, sehingga dia tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya orang normal.
Namun, di kalangan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ar-Raniry, Darussalam Banda Aceh, nama dan wajahnya sudah tidak asing lagi. Mulai dari mahasiswa sampai dosen begitu akrab dengan pria satu ini. Betapa tidak, berkat kecintaan Imam Juaini terhadap seni budaya Aceh, dia telah mampu mengharumkan nama IAIN hingga ke pelosok negeri ini, bahkan sampai ke luar negeri.
Hal tersebut bermula, ketika Imam mencoba mendalami bakat seni yang dimilikinya pada salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sanggar Seni Seulaweut (S3) yang ada di IAIN. Pada saat itu, S3 baru saja dibentuk, dengan tiga pendiri utama di dalamnya, yaitu, Ikbalda Safwan Idris, Andi Sabri dan Muhammad Isa.
Tahun 1998, Imam bergabung dengan S3 sebagai kader angkatan pertama. Dari situlah dia mulai mengasah kemampuannya di bidang seni budaya Aceh.
Saat itu, Imam hanya memfokuskan diri pada dua jenis seni, rapai geleng dan seurune kale. Karena kemampuannya di dua bidang seni ini, setiap penampilan S3, dia selalu dipercayakan untuk meniup seurune kale dan menabuh rapai geleng. Hal ini berlanjut sampai dia menjadi direktur di S3.
“Sebenarnya, bakat seni dalam diri saya sudah tertanam sejak kecil. Sebelumnya, saya juga sudah pernah bergabung dalam grup dalae waktu di kampung. Bakat itu coba saya asah di S3 pada awal saya kuliah di IAIN,” ungkap pria hitam manis ini.
Setelah masa pengurusan pertama dan kedua berakhir, yang masing-masing dipimpin Ikbalda Safwan Idris dan Andi Sabri, pada tahun 2001, Imam terpilih sebagai direktur S3. Di awal kepengurusannya, tanggal 25 Agustus, di tahun yang sama, ia langsung membawa “terbang” S3 untuk pertama kalinya mewakili Aceh tampil di senayan Jakarta, dengan jumlah personil tahun pertama 50 orang.
Pada masa kepengurusannya, ia lebih memfokuskan diri pada pengembangan jenis seni. Meliputi, Rapai, syahi dan musik. Hal ini merupakan perubahan pertama yang terjadi di tubuh S3. Karena pada pengurusan sebelumnya, lebih menitik beratkan pada pemantapan manajemen dan pencarian jati diri.
“Penampilan kita pertama kalinya di Jakarta, dalam rangka pagelaran seni nusantara yang dilaksanakan Menteri Pariwisata dan Kebudayaan pada masa pemerintahan Megawati,” ungkap Imam.
Setelah penampilan perdana tersebut, Imam terus menggenjot seluruh anggota S3 di bawah kepemimpinannya untuk berlatih dengan keras. Namun ia merasa kalau S3 pada waktu itu masih sangat minim jenis seni yang bisa ditampilkan. Sehingga ia mengusulkan penambahan seni tari, musik dan etnik untuk memperkaya kualitas seni di S3.
Waktu itu ia sempat berpikir kalau S3 ini tidak akan maju kalau hanya mengandalkan tiga jenis seni saja. Lalu ia mencoba melakukan semacam gebrakan baru, dengan memasukkan beberapa jenis seni lainnya.
“Alhamdulillah mendapat sambutan hangat dan berkembang sampai sekarang,” ujar Imam bangga.
Berkat kegigihan dan tekat pria kelahiran Kuta Bakti 3 Januari 1979 Pidie ini untuk mengembangkan seni budaya Aceh, tanpa disadari ia juga telah membawa nama IAIN dan mengharumkannya sampai ke mancanegara. Karena hal itu pula, ia sempat menjabat sampai lima tahun di pengurusan S3 sebagai direktur.
“Sebenarnya, masa kepemimpinan dalam S3 itu satu tahun sekali. Tapi karena waktu itu saya ditunjuk terus, apa boleh buat,” tutur Imam.
Berbagai prestasi dan penghargaan pun terus didapatkan S3 dalam apresiasi seni budaya Aceh. Minat dan keinginan mahasiswa pun kian bertambah untuk bisa menjadi bagian dari S3. Seleksi yang dilakukan juga begitu ketat, dalam proses penyaringan setiap anggota baru.
Di antara penghargaan yang pernah didapat antara lain, lima besar penyanyi terbaik pada tahun 2001, empat katagorei tarian terbaik dari Kuta Raja Art, rapai geleng terbaik dan beberapa penghargaan lainnya.
Pada tahun kedua kepengurusannya, jumlah personil S3 sudah mencapai ratusan. Jumlah tersebut terus bertambah sampai sekarang. Setiap penerimaan anggota baru, mahasiswa yang mendaftar mencapai enam ratusan.
“Tapi kita tidak mungkin melewatkan semua, karena keterbatasan alat menjadi kendala utama di S3,” ungkap Imam.
Keterbatasan alat pendukung yang dimiliki S3 sebagai tempat mahasiswa untuk mengekspresikan bakat seninya, kian berat dirasakan Imam. Karena tanpa alat memadai, perkembangan S3 untuk terus berkiprah dalam mengembangkan seni budaya Aceh ini akan terhambat.
Dengan segala keterbatasan yang dimiliki Imam dan sanggarnya, dia terus memacu langkah untuk menancapakan kuku seni budaya Aceh di IAIN secara khusus dan Aceh secara keseluruhan. Bahkan dia sempat menanamkan keinginana besar, kalau suatu saat nanti seni budaya Aceh ini bisa dimasukkan dalam kurikulum khusus di setiap sekolah di Aceh.
Ia berharap, suatu hari nanti seni budaya Aceh ini bisa dimasukkan dalam kurikulum pembelajaran di sekolah-sekolah di Aceh. Setidaknya pada tingkat SMA. Begitu juga di IAIN, nantinya bisa dibuka sebuah jurusan khusus yang mengajarkan tetang seni budaya.
Selama menjabat sebagai direktur di S3, dia telah berhasil melewati berbagai lika-liku perjalanan untuk membawa nama IAIN dan seni budaya Aceh dikenal masyarakat luas. Manis pahitnya kehidupan, “dicicipinya” dengan penuh kesabaran dan lapang dada, hanya demi satu tujuan, seni budaya Aceh bisa tumbuh dan berkembang di Aceh.
“Satu hal yang tidak bisa lupakan, pada saat itu saya bisa membawa personil saya untu tampil di luar negeri dengan bermodalkan 150 ribu. Itu menjadi suatu kebanggaan bagi saya, karena saat ini sudah banyak kader S3 yang menjadi tokoh seni. Ada yang mengajar dan memimpin sanggar seni lain, ada juga yang sudah mampu mendirikan sanggar sendiri,” kenang Imam.
Setelah masa pengurusannya di S3 berakhir, Imam berinisiatif untuk mendirikan sebuah komunitas baru yang diberinama, Komunitas Saleum. Di Saleum, dia juga menjabat sebagai pendiri sekaligus direktur. Sedangkan posisinya di S3, sebagai pengarah (SC).
Semenjak didirikan, pada tanggal 5 Februari 2005, saat ini Saleum sudah mengeluarkan album perdananya dengan judul Saweu Syedara. Album ini dirintis sebagai landasan dan cerminan keadaan Aceh pasca damai. Dalam album ini juga diselipkan, lagu yang mengkisahkan tentang bencana tsunami yang menimpa Aceh, dengan lirik lagu Saweub Ie Beuna, yang diproduksi langsung Sanggar Seni Seulaweut (S3) IAIN Ar-Raniry.
Selain aktif di Komunitas Saluem dan S3, saat ini Imam juga ditunjuk sebagi salah satu asisten dosen di IAIN untuk mengajar seni budaya Aceh di fakultas Adab. Ia juga dipercayakan menjadi guru sanggar di Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh.
Anak dari pasangan Abdul Malik dengan Salamah ini, benar-benar memiliki andil besar dalam membesar nama IAIN melalui seni budaya Aceh. Walaupun salah satu anggota tubuhnya cacat, namun semangat kerjanya tak pernah surut hanya karena minder.
Ia menceritakan, kaki kanannya cacat sudah sejak kecil. Waktu itu, ketika berumur dua tahun, ia terserang penyakit panas. Lalu orang tua membawanya ke pukesmas untuk berobat, dengan memberikan suntikan pada tubuhnya.
“Setelah itu, kaki saya mengembung dan akhirnya lumpuh seperti ini,” cerita Imam, tentang perihal kecacatan yang menimpanya.
Imam juga turut memberikan komentar tentang perkembangan seni budaya Aceh di masa sekarang. Menurut dia, kebanyakan generasi muda saat ini telah kehilangan jati diri keacehannya. Sehingga kepeduliannya terhadap budaya sendiri, semakin hari kian berkurang.
“Kalau saya melihat, selama ini kita sudah salah kaprah. Kita sering memakai kata-kata melestarikan budaya Aceh, padahal kalau kita lihat lebih jauh, arti melestarikan itu, berarti tidak boleh disentuh, tapi harus dijaga dari kepunahannya,”.
“Seharusnya, kata yang cocok untuk itu, mengembangkan seni budaya Aceh. dengan sendirinya, dia akan terlestarikan,” ungkap Imam panjang lebar.[]
0 comments:
Post a Comment
Berikan komentar anda yang membangun....